Santri 14 Tahun di Lamongan Diduga Korban Bullying di Lingkungan Pesantren
Table of content:
FAR, seorang santri berusia 14 tahun asal Wonorejo, Surabaya, Jawa Timur, baru-baru ini menjadi korban perundungan serta kekerasan di sebuah pondok pesantren di Kecamatan Paciran, Kabupaten Lamongan. Dugaan kejadian ini muncul setelah FAR mengalami luka di kepala dan mata, serta trauma berat yang membuatnya menolak kembali ke pondok.
Kasus ini bermula sejak September 2024, ketika FAR mulai belajar di pesantren tersebut. Dalam waktu singkat, ia menjadi sasaran ejekan dan perlakuan tidak menyenangkan dari beberapa rekannya, terutama dari salah satu pelaku bernama RR.
RR kerap mengambil barang-barang pribadi FAR tanpa izin dan melontarkan kata-kata kasar. Situasi ini semakin memburuk, menyebabkan FAR merasakan ketidaknyamanan yang mendalam selama bertahun-tahun di lingkungan yang seharusnya mendidik ini.
Puncak Masalah Perundungan di Pondok Pesantren
Puncak kekerasan yang dialami FAR terjadi pada 7 Oktober 2025, ketika ia mendapati salah satu pakaiannya yang hilang ternyata sedang dijemur oleh RR. Setelah menegur pelaku dengan cara yang baik-baik, RR bukannya meminta maaf, melainkan menantang FAR untuk bertarung.
Konfrontasi tersebut berujung pada perkelahian singkat, di mana AA juga terlibat dengan menendang FAR. Akibatnya, korban mengalami cedera di bagian mata dan kesulitan untuk melihat dengan jelas.
Ibu FAR, WN, baru menyadari kejadian tersebut setelah anaknya meneleponnya untuk meminta dijemput dari pondok. Ketika WN tiba di sana, ia terkejut melihat kondisi fisik anaknya yang penuh dengan lebam.
Keluarga Korban Berharap pada Keadilan
WN merasa sangat terkejut dan sedih melihat anaknya dalam keadaan seperti itu. Menurutnya, kejadian kekerasan terhadap FAR bukanlah hal baru, melainkan sudah terjadi sejak September 2024. Ia berpendapat bahwa pihak pesantren tidak menunjukkan tindakan tegas terhadap pelaku, malah menganggap situasi tersebut sebagai pelanggaran ringan.
Menurut penjelasan WN, RR sudah beberapa kali dilaporkan atas dugaan kekerasan serupa, tetapi pesantren cenderung mengabaikan laporan-laporan tersebut. Situasi ini membuat WN merasa putus asa dan berdecak kecewa terhadap pihak pondok yang seharusnya melindungi santri dari tindakan perundungan.
Setelah menggali lebih dalam, WN memutuskan untuk menarik FAR keluar dari pondok, sementara RR tetap diizinkan tinggal. Tindakan ini diambilnya demi keselamatan anaknya dan agar tidak ada lagi santri lain yang menjadi korban.
Pihak Berwajib Mengambil Tindakan
Merasa tidak ada tindakan yang memadai dari pihak pondok, WN akhirnya mengadukan kasus tersebut ke Polres Lamongan pada 9 Oktober 2025. Laporan tersebut ditujukan untuk menuntut keadilan bagi FAR dan santri lain yang mengalami hal serupa. Laporan itu tercatat dengan nomor LP/B/313/X/2025/SPKT/POLRES LAMONGAN/POLDA JAWA TIMUR.
Kasi Humas Polres Lamongan, Ipda M Hamzaid, mengkonfirmasi bahwa laporan tersebut telah diterima. Ia menyatakan bahwa Polres Lamongan berkomitmen untuk melakukan penyelidikan mendalam terkait dugaan kekerasan yang terjadi di lembaga pendidikan tersebut.
WN mengungkapkan keinginan tulusnya untuk melihat tindakan nyata dari aparat penegak hukum. Ia berharap ini bisa menjadi pelajaran bagi lembaga pendidikan lainnya untuk lebih mengambil sikap dalam melindungi para santri dari perundungan.
Join channel telegram websitekami.com agar tidak ketinggalan berita loker terbaru lainnya
Join now





