Alasan Koalisi Sipil Ancam Gugat UU KUHAP ke MK dan Melapor ke PBB
Table of content:
Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pembaruan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) berencana menggugat undang-undang terbaru yang baru saja disahkan ke Mahkamah Konstitusi. Tindakan ini diambil sebagai respons terhadap risiko yang ditimbulkan oleh KUHAP yang baru.
Menurut Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Muhammad Isnur, jika undang-undang ini tetap diberlakukan, koalisi tidak segan-segan untuk mengambil langkah hukum. Hal ini menunjukkan kekhawatiran yang mendalam akan implikasi dari aturan baru tersebut.
Sebagaimana dijelaskan Isnur, KUHAP yang baru bukan hanya berpotensi membahayakan upaya memberantas narkoba, tetapi juga akan berdampak pada penindakan pelanggaran lain seperti perusakan hutan. Ancaman ini tidak hanya terfokus pada pelaksanaan hukum tetapi juga pada pembela hak asasi manusia yang berpotensi jadi sasaran.
Perubahan Signifikan dalam KUHAP yang Baru
Ketentuan dalam KUHAP yang baru ini memang penuh dengan perubahan signifikan, termasuk prosedur kerja bagi penyidik dan penuntut umum. Misalnya, kuasa penyidik dapat membekukan rekening bank dan aset digital selama proses penyelidikan berlangsung.
Pemerintah tampaknya berambisi untuk memperluas kewenangan penegakan hukum, termasuk tindakan tanpa surat perintah jika keadaan mendesak. Hal ini memicu kecemasan di kalangan masyarakat sipil yang melihatnya sebagai potensi pelanggaran hak.
Koalisi yang menentang undang-undang ini merasa wajib untuk melapor kepada badan hak asasi manusia PBB, International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR). Tindakan ini mengindikasikan betapa seriusnya dampak implementasi KUHAP baru bagi masyarakat.
Mendorong Perubahan Melalui Aksi Politik
Koalisi Masyarakat Sipil juga mendesak Presiden untuk membatalkan atau merevisi pasal-pasal bermasalah di dalam KUHAP baru. Dengan langkah ini, mereka berharap ada perhatian dari pemerintah untuk mendengar keprihatinan yang disuarakan oleh masyarakat.
“Jika presiden mau mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang untuk merevisi, tentu kami juga akan mempertimbangkan untuk menunda laporan kami ke internasional,” ungkap Isnur. Hal ini menunjukkan adanya tawar-menawar dalam dinamika hubungan antara masyarakat sipil dan lembaga pemerintahan.
Selain itu, Wakil Direktur dan Peneliti di Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Maidina Rahmawati, mengungkapkan bahwa mereka menemukan sekitar 48 masalah dalam KUHAP yang baru. Mengingat kompleksitas dan besarnya masalah ini, penting untuk melakukan evaluasi yang menyeluruh.
Implikasi Jangka Panjang dari KUHAP Baru
Ketika DPR mengesahkan KUHAP baru, banyak kalangan mempertanyakan jarak waktu antara pengesahan dan awal pemberlakuan undang-undang, yang direncanakan pada Januari 2026. Kenyataan bahwa undang-undang ini mengandung banyak masalah harus menjadi perhatian semua pihak.
Dengan banyaknya kritik yang dilontarkan oleh berbagai elemen masyarakat, penting bagi pemerintah untuk merespons dengan bijak. Proses legislasi semacam ini seharusnya melibatkan partisipasi publik yang lebih luas agar hasilnya dapat diterima.
Dalam konteks yang lebih luas, kekhawatiran akan dampak KUHAP baru ini bisa saja menciptakan gerakan sosial yang lebih besar. Apabila masyarakat aktif bersuara dan berpartisipasi dalam proses hukum, hal ini dapat mengarah pada perubahan yang positif.
Join channel telegram websitekami.com agar tidak ketinggalan berita loker terbaru lainnya
Join now







