Situasi Penggunaan Sirene Tot Tot Wuk Wuk, Apa Saja?

Table of content:
Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri baru-baru ini mengumumkan pembekuan sementara penggunaan sirene dan rotator, yang kerap disebut masyarakat dengan ungkapan “Tot Tot Wuk Wuk.” Keputusan ini diambil untuk memastikan bahwa alat-alat pengatur lalu lintas tersebut hanya digunakan pada situasi yang benar-benar membutuhkan prioritas, sehingga mengurangi gangguan yang dirasakan masyarakat.
Kakorlantas Polri, Irjen Agus Suryonugroho, menjelaskan bahwa pembekuan ini bersifat sementara dan bertujuan untuk mengevaluasi penggunaan sirene dan strobo yang sudah berlangsung. Hal ini menunjukkan adanya kepedulian terhadap pendapat masyarakat yang merasa terganggu oleh suara bising yang muncul saat pengawalan dilakukan di jalan raya.
Ia menekankan bahwa selama evaluasi berlangsung, penggunaan sirene harus dibatasi hanya untuk keadaan-keadaan tertentu. Kewenangan untuk membunyikan sirene hanya seharusnya diberikan pada situasi yang membutuhkan perhatian segera.
Pentingnya Evaluasi Penggunaan Sirene dan Rotator di Lalu Lintas
Keputusan untuk melakukan evaluasi terhadap sirene dan rotator ini mencerminkan respon positif dari pihak kepolisian terhadap aspirasi masyarakat. Penggunaan sirene secara sembarangan memang telah menjadi masalah yang cukup kronis, yang berdampak pada ketertiban dan keamanan di jalan raya.
Berdasarkan pernyataan Agus, pihaknya akan membatasi penggunaan sirene hanya untuk kondisi khusus yang memang memerlukan prioritas. Hal ini tidak hanya untuk menyeimbangkan kepentingan pengguna jalan lainnya, tetapi juga untuk menciptakan lingkungan yang lebih aman bagi semua pihak.
Masyarakat sering kali mengeluhkan suara sirene yang terlalu nyaring saat digunakan oleh kendaraan tertentu, sehingga mengganggu kenyamanan berkendara. Maka dari itu, pembekuan sementara ini bisa dijadikan langkah awal untuk merumuskan kebijakan yang lebih baik terkait dengan penggunaan perangkat keamanan lalu lintas tersebut.
Aturan yang Mengatur Penggunaan Sirene dan Rotator
Untuk memahami langkah-langkah yang diambil oleh pihak kepolisian, penting untuk merujuk pada regulasi yang ada. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan memberikan batasan yang jelas mengenai siapa dan dalam kondisi apa sirene serta rotator boleh digunakan.
Ada beberapa peraturan yang diatur dalam pasal tersebut, antara lain: kendaraan yang boleh menggunakan lampu isyarat dan sirene, serta tujuan dari penggunaan tersebut. Misalnya, penggunaan lampu biru dan sirene diperuntukkan bagi kepolisian, sementara lampu merah untuk kendaraan darurat seperti ambulans dan pemadam kebakaran.
Penting untuk mematuhi aturan ini agar tidak terjadi penyalahgunaan yang dapat menimbulkan ketidakadilan di jalan. Penegasan kembali aturan-aturan ini akan membantu mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap pihak kepolisian dan menciptakan ketertiban di lalu lintas.
Tanggapan Masyarakat dan Usulan Kebijakan Baru
Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) memberikan apresiasi terhadap kebijakan yang diambil oleh Kakorlantas. Mereka menyebutkan bahwa langkah ini merupakan langkah awal yang baik dalam menegakkan kembali aturan yang sudah ada.
Menurut Wakil Ketua MTI, Djoko Setijowarno, sangat penting bagi penggunaan sirene dan rotator ini tidak hanya dihentikan untuk sementara, tetapi harus ada penegakan yang berkelanjutan. Hal ini perlu dilakukan mengingat banyaknya keluhan yang muncul dari masyarakat yang merasa terganggu akibat kebisingan yang ditimbulkan.
Djoko juga mengusulkan bahwa sebaiknya pengawalan dibatasi hanya untuk Presiden dan Wakil Presiden, sementara untuk pejabat lainnya tidak perlu mendapatkan pengawalan dengan menggunakan sirene. Pandangannya ini didasarkan pada realitas kemacetan yang sering terjadi, terutama di kota-kota besar seperti Jakarta.
Join channel telegram websitekami.com agar tidak ketinggalan berita loker terbaru lainnya
Join now