Razia Truk Pelat Aceh di Sumut Perlu Tinjauan Ulang untuk Menghindari Konflik
Table of content:
Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) memberikan perhatian serius terhadap kebijakan Gubernur Sumatera Utara terkait penggantian pelat nomor untuk truk pelat Aceh. Langkah ini dinilai dapat mengganggu kelancaran logistik antarprovinsi serta berpotensi menciptakan ketidakpastian hukum bagi pemilik kendaraan yang terpaksa mengalami intervensi administratif.
Yusria Darma, Ketua MTI Aceh dan akademisi di Universitas Syiah Kuala, menyatakan bahwa kebijakan tersebut sebaiknya ditinjau kembali. Penggantian pelat nomor harus relevan dengan domisili sebenarnya pemilik kendaraan, dan itu harus diatur secara jelas menurut prosedur resmi.
“Pelat nomor kendaraan adalah bagian dari identitas hukum yang diakui secara nasional,” jelasnya. Ia menekankan bahwa pelat nomor dapat mempengaruhi legitimasi kendaraan dalam aktifitas transportasi antarprovinsi.
Dampak Kebijakan Terhadap Aktivitas Ekonomi Regional
Keputusan untuk mencegat truk dengan pelat Aceh di Sumatera Utara berpotensi menimbulkan gangguan pada rantai pasok komoditas. Para pelaku usaha yang bergantung pada transportasi antarprovinsi bisa menghadapi kesulitan dalam mengirim barang tepat waktu.
Lebih lanjut, tindakan seperti ini berisiko menciptakan konflik administratif yang tidak diinginkan. Ketidakpastian hukum bisa mengakibatkan pelaku usaha merasa tertekan dan berpotensi mengurangi investasi di sektor transportasi.
Yusria menyoroti bahwa intervensi semacam ini dapat menyebabkan kerugian bagi ekonomi regional. Seharusnya pemerintah fokus pada kebijakan yang menyelaraskan kepentingan semua pihak tanpa merugikan satu pihak.
Rekomendasi MTI Agar Kebijakan Lebih Adil
MTI Aceh mengusulkan beberapa langkah untuk mengatasi masalah ini. Pertama, penggantian pelat nomor seharusnya berlaku hanya untuk kendaraan yang benar-benar berdomisili di Sumatera Utara.
Dengan demikian, proses mutasi kendaraan harus dilaksanakan sesuai prosedur resmi yang telah ditetapkan. Pemerintah juga perlu mendasarkan kebijakan pada data kependudukan untuk memperkuat legitimasi.
Kemudian, upaya penertiban kendaraan over dimension overload (ODOL) perlu dilakukan tanpa harus melanggar kebebasan berlalu lintas antarprovinsi. Hal ini penting untuk menjamin bahwa semua kendaraan dapat beroperasi secara legal dan aman tanpa adanya diskriminasi.
Tanggapan Gubernur Atas Kritik yang Muncul
Gubernur Sumatera Utara, Bobby Nasution, telah memberikan penjelasan terkait kritik yang diterimanya atas kebijakan tersebut. Dia menegaskan bahwa tujuan utama dari langkah ini adalah untuk mengoptimalkan pendapatan daerah melalui pajak.
Dia juga mengatakan bahwa tindakan ini bukan ditujukan untuk menargetkan daerah tertentu, melainkan untuk keperluan seluruh daerah di Sumut. Bobby menegaskan bahwa langkah ini merupakan praktik yang umum dilakukan di daerah lain.
Dalam menjaga transparansi, Bobby mengingatkan bupati dan wali kota untuk melakukan pendataan perusahaan yang beroperasi dengan kendaraan non-lokal. Ini diharapkan dapat membantu pemerintahan dalam meningkatkan pendapatan daerah dengan cara yang sah.
Join channel telegram websitekami.com agar tidak ketinggalan berita loker terbaru lainnya
Join now







