Insentif Mobil Listrik dan Hybrid Direkomendasikan Berdasarkan TKDN
Table of content:
Kebijakan yang berkaitan dengan industri otomotif di Indonesia saat ini menjadi sorotan utama. Di tengah pertumbuhan pesat kendaraan listrik dan teknologi ramah lingkungan, langkah pemerintah dalam memberikan insentif menjadi sangat krusial untuk mendukung industri dalam negeri.
Salah satu suara yang mengemuka datang dari Rachmat Basuki, Sekretaris Jenderal Gabungan Industri Alat Mobil dan Motor. Ia menekankan pentingnya penetapan insentif yang sejalan dengan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) dalam setiap kendaraan yang diproduksi, baik itu kendaraan listrik, hybrid, maupun mesin konvensional.
Insentif yang berdasarkan TKDN ini diharapkan tidak hanya mendorong produsen untuk lebih banyak menggunakan komponen lokal, tetapi juga berkontribusi pada peningkatan penyerapan tenaga kerja lokal. Menurut Rachmat, semakin tinggi TKDN, semakin besar insentif yang dapat diberikan oleh pemerintah.
Pentingnya Insentif Berdasarkan TKDN dalam Industri Otomotif
Pemberian insentif yang tepat merupakan langkah strategis untuk memperkuat industri otomotif dalam negeri. Kebijakan ini dapat menjadi pendorong bagi produsen untuk meningkatkan penggunaan komponen lokal dan memperluas kapasitas produksi. Dengan demikian, sektor industri ini dapat menciptakan banyak lapangan kerja baru bagi masyarakat.
Namun, Rachmat menekankan bahwa aturan yang mengatur TKDN harus disusun dengan baik. Saat ini, banyak produsen yang melakukan perakitan lokal tetapi belum memenuhi parameter yang ideal untuk mengembangkan industri secara berkelanjutan.
Sejumlah kendala dihadapi dalam proses lokalisasi komponen, terutama bagi produsen kendaraan listrik yang masih mengandalkan komponen impor. Hal ini menjadi tantangan besar untuk mewujudkan tujuan lokalisasi yang diharapkan pemerintah.
Kendala dalam Lokalisasi Komponen Kendaraan Listrik
Saat ini, banyak pabrikan kendaraan listrik yang terjebak dalam masalah lokalisasi. Kendala yang dihadapi termasuk perbedaan biaya dan sistem pembayaran antara pemasok lokal dan asing. Hal ini membuat kolaborasi antara kedua pihak menjadi sulit.
Rachmat menyoroti bahwa meskipun beberapa produsen besar telah mulai berinvestasi di Indonesia, mereka masih cenderung membawa pemasok mereka sendiri, sehingga dampak positif bagi tenaga kerja lokal belum sepenuhnya terwujud.
Lebih lanjut, Rachmat menilai bahwa regulasi TKDN yang berlaku saat ini masih terlalu ringan, dengan hanya 30 persen dari total komponen listrik yang diakui, yang tidak mempertimbangkan nilai dari keseluruhan kandungan lokal.
Perbedaan Regulasional dan Implikasi bagi Industri
Pada kondisi saat ini, regulasi yang ada dinilai tidak sebanding dengan upaya pemerintah dalam mendorong industri menuju kemandirian. Dalam proses perakitan kendaraan listrik, jika hanya berdasarkan assembly, pabrikan sudah bisa mendapatkan pengakuan 30 persen untuk TKDN.
Contoh yang disebutkan oleh Rachmat adalah bahwa regulasi untuk kendaraan konvensional seperti Avanza menetapkan persentase TKDN hingga 80 persen. Hal ini jelas menunjukkan ketidakseimbangan dalam pengaturan antara kendaraan konvensional dan listrik.
Pemerintah diharapkan dapat merevisi kebijakan TKDN, sehingga peluang bagi industri lokal untuk tumbuh bisa lebih besar. Hal ini mencakup kebutuhan untuk mendorong produksi komponen utama kendaraan listrik seperti baterai, motor, dan sistem kontrol tenaga, guna mewujudkan kemandirian bagi industri automotif di dalam negeri.
Join channel telegram websitekami.com agar tidak ketinggalan berita loker terbaru lainnya
Join now







