Gereja Ayam di Bukit Rhema, Destinasi Wisata Rohani Simbol Toleransi
Table of content:
Di tengah keindahan alam Desa Karangrejo di Magelang, Jawa Tengah, terdapat sebuah bangunan yang menjadikan lokasi tersebut begitu spesial. Bangunan tersebut berbentuk unik, menyerupai burung merpati raksasa, dan lebih dikenal dengan sebutan Gereja Ayam, walaupun sebenarnya bukanlah sebuah gereja.
Pemandu wisata bernama Aries Tiadi menjelaskan bahwa bangunan ini merupakan rumah doa untuk semua agama, menciptakan simbol toleransi yang tumbuh dari doa yang dilaksanakan bertahun-tahun lalu. Keberadaan bangunan ini menciptakan ruang bagi pelbagai keyakinan, menawarkan tempat bagi setiap orang untuk merenung dan berdoa.
Dengan tujuh lantai yang menyuguhkan pemandangan menakjubkan, pengunjung dapat menikmati keindahan lanskap Magelang yang dikelilingi pegunungan seperti Gunung Merapi dan Merbabu. Dari puncak bangunan, Candi Borobudur pun terlihat jelas, terutama saat cuaca mendukung.
Sejarah dan Latarnya yang Unik di Bukit Rhema
Sejak memasuki area Bukit Rhema, nuansa toleransi langsung terasa. Pengunjung akan diajak menaiki tangga demi tangga, menjelajahi masing-masing lantai yang membawa pesan keberagaman. Lantai pertama, misalnya, menampilkan Ruang Doa Bhinneka, simbol dari kebersamaan dalam perbedaan.
Di bagian depan bangunan, terdapat struktur yang menyerupai kapal, lengkap dengan jalur salib dan patung-patung yang menghormati berbagai keyakinan. Setiap ruang doa dirancang agar dapat digunakan oleh semua orang, tanpa adanya batasan dari keyakinan masing-masing.
Asal usul nama Gereja Ayam ternyata memiliki cerita yang menarik. Pada tahun 1988, seorang pria bernama Daniel Alamsyah melakukan kunjungan ke Borobudur dan bertemu dengan seorang anak desa. Pertemuan itu menjadi awal mula dari sebuah cita-cita membangun rumah doa di Bukit Rhema setelah Daniel melihat tempat tersebut mirip dengan gambaran dalam mimpinya.
Setelah berdoa semalaman, Daniel mendapatkan ilham untuk membangun rumah doa di lokasi itu. Sayangnya, kendala mulai muncul pada tahun 1998 saat krisis ekonomi melanda. Pembangunan yang terhenti memunculkan kesalahpahaman di kalangan masyarakat yang mayoritas Muslim.
Asumsi bahwa bangunan ini akan menjadi gereja menguat setelah bentuk bangunan yang belum selesai pada saat itu menyerupai jengger ayam. Nama Gereja Ayam pun melekat, meskipun pada dasarnya bangunan ini merupakan simbol perdamaian dan ketulusan.
Popularitas yang Meningkat Sejak Diliput Film
Puncak perhatian bagi lokasi ini terjadi pada tahun 2014, ketika digunakan sebagai lokasi syuting film terkenal. Adegan-adegan yang menampilkan bangunan ini dalam film memberikan dampak besar terhadap wisatawan yang datang. Sejak saat itu, popularitas rumah doa ini semakin terangkat di kalangan masyarakat, baik lokal maupun internasional.
Seiring dengan meningkatnya jumlah pengunjung, masyarakat sekitar pun mulai merasakan dampak positif. Usaha kecil-kecilan mulai dikembangkan, salah satunya dengan memproduksi singkong goreng yang dijadikan bagian dari tiket masuk. Ini tidak hanya memberikan nilai tambah bagi pengunjung, tetapi juga memberdayakan ekonomi lokal.
Aries menjelaskan, setiap tiket masuk sudah termasuk singkong goreng, menciptakan hubungan antara pengunjung dan masyarakat lokal. Dengan cara ini, mereka tidak hanya menikmati keindahan lokasi tetapi juga berkontribusi terhadap kesejahteraan komunitas sekitar.
Kunjungan ke Gereja Ayam melonjak terutama pada akhir pekan dan saat libur besar, seperti Natal dan Tahun Baru. Dalam momen-momen tersebut, jumlah pengunjung bisa melesat hingga ribuan, menciptakan keramaian yang khas di lokasi ini.
Ketertarikan wisatawan tidak terbatas pada satu kelompok saja. Masyarakat dari berbagai latar belakang, termasuk Muslim, menjadikan Gereja Ayam sebagai salah satu tujuan wisata rohani yang menarik.
Ritual dan Tradisi Unik di Gereja Ayam
Di antara berbagai sudut yang menarik di gereja ini, terdapat area spesial untuk menulis doa dan harapan. Menjalani tradisi ini menjadikan pengunjung bertautan lebih dalam dengan harapan-harapan mereka, yang akan dibakar di akhir tahun sebagai simbol pengabulan doa. Proses ini menambahkan makna spiritual bagi pengunjung yang datang dengan niat baik.
Ritual membakar kertas doa menjadi pengikat antara keyakinan dan harapan, menjadikan Gereja Ayam lebih dari sekedar tempat wisata. Aries menyatakan bahwa setiap minggu, doa-doa tersebut didoakan agar harapan semua pengunjung dapat terwujud.
Dengan kehadiran pengunjung dari berbagai daerah, Gereja Ayam telah menjadi simbol kerukunan dan persatuan. Pilar toleransi di sini menjadi gambaran nyata dari keragaman yang harmonis, yang dapat menjadi teladan bagi banyak tempat lainnya.
Melihat semua ini, jelas bahwa Gereja Ayam bukan hanya sebuah bangunan unik, melainkan juga sebuah tempat yang menyatukan berbagai keyakinan. Pembangunan ini merupakan wujud nyata dari cinta kasih dan kedamaian yang perlu dijaga dan dilestarikan.
Dalam kesimpulannya, Gereja Ayam bukan sekadar destinasi wisata, melainkan juga merupakan sebuah wahana spiritual yang memperlihatkan pentingnya toleransi dan kerukunan antarumat beragama. Dari keindahan panorama hingga kebersamaan yang tercipta, tempat ini layak untuk dikunjungi dan direnungkan oleh semua orang.
Join channel telegram websitekami.com agar tidak ketinggalan berita loker terbaru lainnya
Join now









