Baca Aja Dulu
Home Entertainment Ulasan Film Frankenstein 2025, Saat Manusia Berperilaku Seperti Tuhan

Ulasan Film Frankenstein 2025, Saat Manusia Berperilaku Seperti Tuhan

Frankenstein versi Guillermo Del Toro bisa dibilang sebagai salah satu adaptasi paling ambisius dari kisah klasik Mary Shelley. Guillermo berhasil membawa warisan kisah klasik ini ke dalam konteks era modern tanpa kehilangan aspek gotiknya.

Dengan pendekatan yang lebih gelap dan filosofis, Guillermo menggeser narasi ke ranah yang lebih dalam. Yaitu pertanyaan moral mengenai teknologi penciptaan, eksperimen biologis, dan batas kemanusiaan di zaman ketika sains berkembang jauh lebih cepat daripada empati dan etika.

Alih-alih sekadar horor monster, film ini mengangkat sisi eksistensial yang membuat penonton merenungkan ulang posisi manusia sebagai pencipta dan konsekuensi dari keputusan yang lahir dari obsesi. Hasilnya adalah reinterpretasi yang terasa modern, relevan, dan tetap memiliki jejak elegan dari kisah aslinya.

Ditambah dengan sentuhan Guillermo yang khas, yaitu menjahit ketakutan dengan kesedihan sehingga setiap makhluk yang diciptakan bukan lagi sekedar monster, melainkan jiwa yang terluka. Dengan begitu, ia lagi-lagi berhasil membuat audiens berempati terhadap salah satu sosok makhluk fiksi yang paling di salah pahami dalam dunia sastra ini.

Mendalami Makna yang Tersembunyi dalam Film Ini

Menjelajahi lebih dalam, kita bisa melihat bahwa film ini lebih dari sekadar cerita tentang penciptaan monster. Dengan mengedepankan tema moral, Guillermo menyampaikan pesan mendalam tentang tanggung jawab yang datang bersama dengan kekuatan penciptaan.

Konflik yang terjadi antara pencipta dan ciptaan menyentuh isu etis yang relevan dengan realitas saat ini. Kita dihadapkan pada pertanyaan apakah kita bersedia menghadapi konsekuensi dari apa yang kita ciptakan, baik itu teknologi ataupun ide baru.

Film ini berfungsi sebagai cermin yang memantulkan tantangan zaman modern. Ketika teknologi semakin maju, apakah kita siap menjawab tanggung jawab yang menyertainya, atau justru menyimpannya dalam bayang-bayang ketakutan dan ketidakpastian?

Penggambaran Karakter yang Mendalam dan Kuat

Dalam film ini, karakter bukan hanya sekadar alat untuk menyampaikan cerita, melainkan simbol dari konflik internal yang mendalam. Monster, yang biasanya menjadi objek ketakutan, kini disajikan sebagai sosok yang patut disayangkan dan dikasihani.

Penderitaan yang dialami monster mencerminkan pengalaman universal dari penolakan dan pencarian identitas. Penonton diajak merasakan perjalanan emosionalnya dan, pada gilirannya, mempertanyakan siapa sebenarnya monster sesungguhnya.

Sementara Victor Frankenstein, sang pencipta, mewakili ambisi manusia yang tak terpuaskan. Dia menjadi gambaran dari ketidakpuasan yang sering kali mengarah pada kehampaan, menunjukkan bahwa pencarian tanpa batas dapat berujung pada kehancuran.

Visual dan Estetika yang Mempesona dalam Setiap Adegan

Salah satu aspek yang mencolok dari adaptasi ini adalah visualnya yang memukau. Setiap frame dilengkapi dengan nuansa gelap dan misterius yang semakin memperkuat tema yang diusung. Sinematografi yang cermat membawa penonton ke dalam atmosfir dunia yang gelap namun indah.

Dengan palet warna yang kaya dan desain produksi yang detail, Guillermo menciptakan dunia yang terasa hidup dan menarik. Setiap elemen visual, dari pencahayaan hingga latar belakang, berkontribusi pada pengalaman menonton yang mendalam dan penuh rasa.

Kesempatan untuk melihat ‘Frankenstein’ dengan gaya yang begitu artistik memberikan nilai tambah yang signifikan. Hal ini membuktikan bahwa film dapat menjadi bentuk seni yang bukan hanya menghibur tetapi juga menggugah pikiran dengan keindahan visual yang ada.

Join channel telegram websitekami.com agar tidak ketinggalan berita loker terbaru lainnya

Join now
Comment
Share:

Ad